
Buleleng, I Nyoman Sutjidra, angkat bicara mengenai ratusan siswa tingkat SMP di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, yang belum bisa membaca dengan lancar.
Ia mengaku belum mengetahui penyebab ratusan siswa tersebut belum bisa membaca dengan lancar.
Menurut dia, pemerintah akan mendata ulang siswa yang diduga mengalami disleksia untuk menelusuri penyebab gangguan yang mempengaruhi kemampuan membaca para siswa.
Sutjidra menyampaikan, skema penanganan telah disiapkan untuk siswa yang mengalami kesulitan membaca dan berhitung.
“Salah satu skema yang akan disiapkan mengarahkan anak-anak yang mengalami kesulitan dalam pengetahuan dasar membaca dan berhitung untuk menempuh pendidikan kesetaraan hingga pendidikan jarak jauh,” kata dia, Rabu (16/4/2025) di Buleleng.
Sebelum skema ini diterapkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng akan memverifikasi ulang data yang telah dihimpun oleh Dewan Pendidikan Buleleng.
Dalam rapat bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) se-Buleleng, ditemukan sebanyak 443 siswa SMP yang diduga mengalami disleksia.
Temuan ini akan ditelusuri lebih dalam untuk mengungkap latar belakang kesulitan belajar yang dialami siswa.
“Kami akan data kembali. Penyebabnya kami belum tahu ini, apakah mereka itu tidak mampu, tidak tahu (kemampuan otak kurang), atau memang tidak mau (tidak ada keinginan sekolah),” ujar Sutjidra.
Menurutnya, persoalan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah atau Dinas Pendidikan, tetapi juga dipengaruhi oleh dukungan dari lingkungan keluarga dan kondisi psikologis siswa.
Menurut Sutjidra, Pemerintah Daerah akan turut aktif melakukan pendekatan kepada siswa dan orangtua melalui sosialisasi.
“Yang susah kan yang tidak mau sekolah, kemudian orangtuanya mendukung keputusan anaknya,” ujarnya.
“Yang begini akan didekati dan diberikan sosialisasi. Kami akan hidupkan kembali program kesetaraan (sekolah kejar paket), yang jam belajarnya lebih fleksibel. Kalau perlu buat kelas jauh, yang ada di setiap kecamatan,” kata dia.
Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng mengungkapkan, ada 363 siswa SMP di Buleleng dengan kemampuan membaca rendah.
“Rinciannya, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori tidak lancar membaca (TLM),” ujar Kepala Dinas Pendidikan Buleleng, Putu Ariadi Pribadi.
Ariadi menyampaikan, ada sejumlah penyebab siswa tidak bisa atau tidak lancar membaca.
Di antaranya adalah kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.
Kemudian, faktor eksternal lainnya, yakni efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ), kesenjangan literasi dari jenjang sekolah dasar (SD), pemahaman keliru tentang kurikulum merdeka, kekhawatiran tenaga pendidik, hingga dampak lingkungan dan keluarga yang menyebabkan psikologis siswa terganggu.
“Misalnya siswa memiliki trauma di masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan,” ucap Ariadi.