Str. Name 1
April 26, 2025
11 11 11 AM

BO55 – Ratusan Siswa SMP di Buleleng Tak Bisa Membaca, Ada Apa?

ilustrasi membaca buku.

Lihat Foto

Buleleng, Provinsi Bali, ternyata tidak bisa membaca dengan lancar.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, mengungkapkan, total ada 363 siswa SMP di Buleleng dengan kemampuan membaca rendah.

“Rinciannya, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori Tidak Lancar Membaca (TLM),” ujar dia, saat dikonfirmasi Rabu (16/4/2025) di Buleleng.

Ariadi menjelaskan, ada sejumlah penyebab siswa tidak bisa atau tidak lancar membaca.

Di antaranya adalah kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.

Kemudian, ada juga faktor eksternal lainnya, yakni efek jangka panjang pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan kesenjangan literasi dari jenjang sekolah dasar (SD).

Selanjutnya, pemahaman keliru tentang kurikulum merdeka, kekhawatiran tenaga pendidik, hingga dampak lingkungan dan keluarga yang menyebabkan psikologis siswa terganggu.

“Misalnya, siswa memiliki trauma di masa kecil akibat kekerasan rumah tangga, perceraian, atau kehilangan anggota keluarga. Atau korban perundungan,” ungkap Ariadi.

Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, I Made Sedana menjelaskan, fenomena pelajar SMP yang belum bisa membaca ini merupakan cerminan rendahnya literasi siswa.

Ia menyarankan agar Dinas Pendidikan melakukan pemetaan awal untuk memastikan kebutuhan masing-masing siswa.

“Apakah siswa tersebut berkebutuhan khusus atau bagaimana. Selain itu, pola mengajar guru juga harus dicermati, apakah sistem administrasi menyebabkan guru sibuk dan abai dalam melakukan pengajaran,” kata dia.

Menurut dia, ada sejumlah faktor yang menyebabkan ratusan siswa belum lancar membaca.

“Pertama, faktor motivasi belajar yang rendah. Kedua, peran orangtua yang tidak memerhatikan anaknya untuk belajar. Selanjutnya, faktor disleksia, yaitu gangguan pada neuron anak,” kata dia.

Namun, menurut dia, faktor yang paling dominan ialah soal motivasi belajar para siswa yang rendah.

Sementara itu, anak-anak atau para siswa sekarang lebih senang bermedia sosial atau bermain game yang justru tidak mengedukasi.

“Dan yang lainnya itu mungkin kurikulum. Juga masuk ada di dalamnya faktor media sosial,” ungkap dia.

Ia melanjutkan, kebiasaan siswa bermain media sosial sangat memengaruhi tingkat pembelajaran.

“Karena ada anak-anak yang lancar baca, tapi disuruh nulis dia tidak bisa. Waktu saya sodorkan handphone untuk mengetik, lancar sekali itu. Berarti ada budaya menulis yang hilang di kalangan anak muda,” sebut dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *